• Superpod

    Superpod

    Podcast ngomongin soal bisnis, yang akan memberikan…

  • MoMACast

    MoMACast

    Emak-emak cuma bisa ngegosip? Eits, jangan salah!…

  • Passion Project Podcast

    Passion Project Podcast

    Setiap orang punya ‘rasa gatal’ yang…

  • Cek Sound

    Cek Sound

    Obrolan santai antara Bang @koms_dirtyrockin bersama…

  • Shindu's Scoop

    Shindu's Scoop

    Obrolan santai, informatif, dan mendalam, antara…

  • Podcast Kick Andy

    Podcast Kick Andy

    Podcast Kick Andy adalah konten audio dari program…

Diksi

Diksi

Diksi, diskusi dan refleksi, sebuah program yang akan mengajak kalian semua berbincang, berdiskusi, dan memaknai perjalanan orang-orang yang menebar inspirasi dibidang fotografi, musik, dan film. 

EPISODES
  • Arsjad Rasjid (Part 2) | Berkontribusi Membangun Karakter Bangsa

    Arsjad Rasjid (Part 2) | Berkontribusi Membangun Karakter Bangsa

    Di Grup Indika, ia memimpin Yayasan Indika untuk Indonesia, atau yang lebih dikenal dengan Indika Foundation. Yayasan ini bertujuan memberi kontribusi lebih untuk membangun karakter bangsa dan menyebarkan semangat toleransi.Menurutnya, pascareformasi 1998, bangsa Indonesia terlalu euforia sehingga ada karakter bangsa yang terabaikan, salah satunya budi pekerti.

    Latar belakang keluarganya yang majemuk, juga pernah tinggal di berbagai negara, turut membuat dirinya lebih peduli akan keberagaman.Melalui toleransi.id yang turut didukung Indika Foundation, ia berusaha meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa keberagaman dan perbedaan merupakan kekuatan bangsa Indonesia, melalui Bhineka Tunggal Ika.

    Di masa pandemi covid-19, jiwa sosialnya tidak mengendur. Meskipun, tentunya usahanya turut terdampak krisis global. "Gaji (karyawan) tetap dan tidak dipotong itu salah satu bagian dari kontribusi," ujar Arsjad.

    Selain itu, ia berkolaborasi dengan beberapa yayasan perusahaan lain untuk mendirikan Genomik Solidaritas Indonesia (GSI) Lab, sebuah perusahaan dengan misi sosial untuk membantu pemerintah dalam menanggulangi penyebaran covid-19. 

    Menurutnya, GSI Lab merupakan wirausaha sosial pertama di Indonesia. "Kalau bicara pancasila, kita belah juga ekonominya bagaimana? Bukan sosialis dan kapitalis, ekonomi pancasila ada di tengah. It's not finance first, it's not social first, it's in the middle. Bahasa kerennya saat ini, social enterprise, kewirausahaan sosial."

    Baru-baru ini, melalui Indika Foundation yang bekerja sama dengan ormas Pemuda Pancasila, ia turut juga menggawangi Gerakan Nasional Mengisi Masjid dengan 1.000.000 Sajadah Pelindung Covid-19. 

    "Kondisi saat ini extraordinary, kita sedang perang kesehatan dan ekonomi. Seperti kemerdekaan 1945, yang bisa memenangkan kita adalah persatuan dan kesatuan. Jangan lihat luarnya, lihat hatinya. Yuk, kita bisa bersama-bersama."
     

  • Arsjad Rasjid (Part 1) |  Pemimpin yang Memberikan Harapan

    Arsjad Rasjid (Part 1) | Pemimpin yang Memberikan Harapan

    Pria kelahiran 16 Maret 1970 itu mengawali kariernya dengan Indika ketika ia berkolaborasi bersama sahabatnya, Agus Lasmono Sudwikatmono. Pada 1996, keduanya mendirikan perusahaan industri media dan informatika. Indika menjadi benderanya.
    Tahun 2000, Arsjad turut membidani lahirnya Indika Energy. Awalnya, perusahaan itu mengincar proyek pembangunan pembangkit listrik. Namun, pascakrisis moneter 1998, sukar mendapatkan investor asing yang menaruh kepercayaan kepada Indonesia.  Arsjad pun kembali bergerilya. Kali ini, untuk menggaet perusahaan-perusahaan batu bara di Indonesia. Pada 2004, dengan tangan dinginnya Indika berhasil mengakuisisi PT Kideco Jaya Agung, dengan nilai US$ 150 juta. selengkapnya yuk dengerin...
     

  • Sigit Pramono (Part 3) | Menumbuhkan Kesadaran Pakai Masker

    Sigit Pramono (Part 3) | Menumbuhkan Kesadaran Pakai Masker

    Menumbuhkan Kesadaran Pakelepas malang-melintang berkarier di dunia perbankan, Sigit Pramono lebih aktif berkegiatan sosial. Berbagai organisasi nirlaba pernah dipimpinnya, seperti Indonesian Institute for Corporate Directorship (IICD) maupun Indonesian Institute for Public Governance (IICG) yang membantu internalisasi good corporate governance and directorship di lingkup korporasi maupun lembaga pemerintahan. Teranyar, pada 27 Juni 2020, Sigit menginisiasi Gerakan Pakai Masker (GPM),  sebuah lembaga nirlaba di luar pemerintahan, dan tak berafiliasi kepentingan politik apa pun, untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat mengenai urgensi bermasker di masa pandemi covid-19.

     "Vaksinasi butuh waktu sekitar 18 bulan, atau menurut saya sekitar 2 tahun. Kita tetap mesti pakai masker. Kami tidak digaji dan dibayar, ini kontribusi untuk masyarakat dan bangsa. Saya mengajak teman-teman, jangan hanya mengkritik, tapi bisa juga memberi solusi tanpa harus masuk ke pemerintahan. Masalah ini tidak bisa diserahkan hanya ke pemerintah atau satgas saja," tuturnya. 

    Dalam GPM, Sigit memang tidak sendiri. Banyak tokoh independen yang mendukungnya, seperti KH Mustofa Bisri (Gus Mus), Butet Kartaredjasa, Ustaz Yusuf Mansur, Romo Mudji Sutrisno, Andy F Noya, maupun Yenny Wahid. Hingga kini, GPM juga telah melakukan penyuluhan sedikitnya di 9.200 pasar tradisional seluruh Indonesia. Ia pun menganalogikan, menghadapi pandemi covid-19 seperti berlari marathon, bukanlah sprint. Artinya, stamina kita mesti kuat dan berkelanjutan. ai Masker

  • Sigit Pramono (Part 2) | Memadukan Fotografi dengan Puisi Goenawan Mohamad

    Sigit Pramono (Part 2) | Memadukan Fotografi dengan Puisi Goenawan Mohamad

    Buku Machu Picchu karya fotografer Barry Brukoff yang berkolaborasi dengan penyair ternama Cile, Pablo Neruda, mengilhami dia untuk membuat buku dengan konsep serupa: menampilkan lanskap Bromo dengan puisi sebagai pendampingnya.  Ia pun mengajak sastrawan Goenawan Mohamad (GM)--yang juga masih saudaranya-- untuk 'berduet' dengannya. Berdua, mereka menyusuri bentang Bromo. Sigit memotret, GM menulis puisi. 

    "Bromo itu salah satu tempat terindah di dunia untuk lanskap fotografi. Saya setahun bisa 24 kali ke Bromo, jadi punya probilitas lebih tinggi untuk mendapatkan foto bagus," jelas pria yang juga Dewan Pembina Masyarakat Fotografi Indonesia tersebut. Sebagai seorang fotografer, Sigit telah melahirkan tujuh buku foto. Tiga di antaranya berkenaan dengan Bromo.

    Tak hanya gunung-gemunung, salah satu karya bukunya, Belanga, merekam keindahan laut. Ia memotret dengan kamera linhof technorama 617 S III dan menghasilkan buku foto yang unik, memanjang dengan berisi foto-foto berdimensi panorama. "Seperti pepatah, asam di gunung, garam di laut, bertemu di belanga. Buku Belanga ini adalah perpaduan lanskap gunung dan laut," jelasnya.

  • Sigit Pramono (Part 1) | Jazz Gunung dan Identitas Bromo

    Sigit Pramono (Part 1) | Jazz Gunung dan Identitas Bromo

    Di masa pandemi covid-19 pun Jazz Gunung Bromo tetap berlangsung walau secara hybrid. "Yang hadir langsung, protokol kesehatan sangat ketat. Tidak hanya 3M, kita terapkan 3W, yakni wajib tes antigen, wajib masker, dan wajib jaga jarak," kata Sigit yang juga penggagas Gerakan Pakai Masker (GPM). Berkat Jazz Gunung Bromo, pamor Gunung Bromo makin meningkat. Perekonomian lokal pun makin terangkat. "Ini jadi kebanggaan kita, mengemas wisata dengan cara yang berbeda. Orang mesti ditahan lebih lama di tempat wisata, supaya belanja lebih banyak," jelas Sigit. Tiap tahun, ketika gelaran Jazz Gunung berlangsung, masyarakat setempat memang merasakan betul manfaat yang luar biasa. Mulai dari pengusaha penginapan dan hotel, restoran, pemilik jip dan kuda, hingga penjaja souvenir kelimpahan berkah. "Kalau yang nonton jazz gunung itu sekitar 2.000 orang, berarti setidaknya dibutuhkan 1.000 kamar. Sedangkan, hotel-hotel di sekitar Bromo jumlahnya hanya 300-an saja. Jadi, rumah-rumah penduduk yang disewakan turut penuh, hotel-hotel di Probolinggo, Pasuruan, Lumajang, hingga di Malang turut dihinggapi para tamu," jelas Sigit.

    Karena begitu besar jasanya tersebut, ia menjadi tokoh sepuh yang dihormati di kalangan Suku Tengger. "Bagi saya ini tantangan untuk terus membantu masyarakat di sana, memajukan wisata Bromo," ujarnya merendah. Selain Bromo, ia pun menyiapkan konsep serupa untuk memajukan wisata lain di Indonesia, khususnya wilayah pegunungan. Konsep apakah itu?

  • Fadli Zon (Part 3) | Mungkin Pak Jokowi sudah Alergi Lihat Saya

    Fadli Zon (Part 3) | Mungkin Pak Jokowi sudah Alergi Lihat Saya

    Fadli Zon merupakan salah satu legislator yang konsisten mengkritik pemerintah. Baik ketika partainya, Gerindra, sebagai oposisi pada periode 2014-2019, hingga kini berada di barisan koalisi dengan 2 menterinya berada di kabinet Joko Widodo-Ma'ruf Amin.

    Menurutnya, koalisi itu hanya di ranah eksekutif. Dirinya yang duduk di kursi legislatif mesti tetap kritis menjalankan fungsi check and balances.

    "Nyindir-nyindir nyelekit saya rasa biasa. Negara kita jika dibandingkan dengan Amerika Serikat atau Inggris, kategori kritik saya masih sangat-sangat terlalu sopan," ujarnya.

    Fadli, meski turut menerima tanda kehormatan Bintang Mahaputra Nararya dari Presiden Joko Widodo pada tahun lalu sekalipun, tak menyurutkan 'semangatnya' untuk mengkritik pemerintahan.

    "Mungkin Pak Jokowi sudah alergi lihat saya. Tapi, apa yang saya lakukan tidak ada rasa benci, semata-mata untuk kepentingan rakyat dan nasional," jelasnya.
     

  • Fadli Zon (Part 2) | Merangkai Jejak Sejarah

    Fadli Zon (Part 2) | Merangkai Jejak Sejarah

    Pada 2007, ia berhasil mewujudkan mimpinya tersebut. Fadli Zon Library yang berlokasi di Bendungan Hilir berdiri. Tempat yang ia bangun terinspirasi dari perpustakaan milik Taufik Ismail, di Utan Kayu, Jakarta Timur.

    Sedikitnya ada sekitar 35 ribu buku memenuhi sudut-sudut Fadli Zon Library. Buku-buku yang tidak sekadar mengisi perpustakaan, tetapi melalui kurasi tangannya langsung.

    Fadli Zon Library pun menyimpan koleksi-koleksi lain miliknya. Mulai dari naskah kuno yang ditulis tokoh bangsa seperti Bung Karno dan Bung Hatta, koran tempo dulu, perangko, keris, tombak, pedang, koin logam dari berbagai zaman kerajaan nusantara, patung dan lukisan, piringan hitam, tekstil, bungkus rokok, hingga aksesoris yang pernah dipakai oleh beberapa tokoh seperti kopiah, tongkat, hingga mesin tik. Berkat berbagai koleksinya tersebut, sejumlah rekor MURI pun berhasil ia sabet.

    "Kita sebagai bangsa belum melihat museum, library, dan gallery sebagai aset. Yang dilihat batubara dan timah. Culture heritage belum jadi prioritas. Bahkan, mentality orang saat ini jika ditugaskan di museum berarti kariernya sedang dibuang," jelas pria yang juga telah menulis puluhan judul buku itu.
     

  • Fadli Zon (Part 1) | Buka bukaan Masa Lalunya

    Fadli Zon (Part 1) | Buka bukaan Masa Lalunya

    Masyarakat awam di Indonesia mungkin lebih mengenal Fadli Zon lewat kiprah dan kicaunya di ranah politik. Namun, barangkali hanya sedikit yang mengetahui renjana sejatinya. 

    Berayah seorang guru seni dan olahraga yang aktif membina randai (teater) di Sumatra Barat, sejak kecil, Fadli telah memiliki ketertarikan kepada dunia sang ayah. Memasuki masa praremaja, ia sudah giat menulis puisi, yang kelak dihimpunnya dalam buku Mimpi-Mimpi yang Kupelihara. 

    Bukan hanya seni puisi dan deklamasi, Fadli juga menggandrungi seni pertunjukan, khususnya teater. Nyaris seluruh pertunjukan Bengkel Teater Rendra sudah ia saksikan. 

    Saat kuliah, ia kemudian memilih jurusan Sastra Rusia di Universitas Indonesia (UI). Pilihan tersebut lantaran Fadli beranggapan puncak karya sastra dunia lahir dari para sastrawan Rusia. selengkapnya dengerin yaa

  • Adek Berry (Part 3) | Tips Menembus Ruang Terbatas demi Foto

    Adek Berry (Part 3) | Tips Menembus Ruang Terbatas demi Foto

    Bagi Adek Berry, dedikasi pada profesi tidak mengurangi tanggung jawab pada suami dan dua anaknya yang beranjak remaja.

    Meski demikian, kerap terjadi ketika dia sedang liburan bersama keluarga, tiba-tiba harus meninggalkan mereka karena ada penugasan mendadak dari tempatnya bekerja.

    Ia bersyukur seluruh anggota keluarga memahami profesinya sebagai jurnalis foto yang setiap saat harus siap menerima penugasan liputan.

    Selain berkisah tentang profesi dan keluarga, Adek Berry juga berbagi pengalaman meliput pandemi covid-19  mulai dari kasus pertama di Indonesia diumumkan oleh Presiden Joko Widodo pada Senin (2/3/2020) hingga saat ini.

  • Adek Berry (Part 2) | Dari Bencana Hingga Konflik Bersenjata

    Adek Berry (Part 2) | Dari Bencana Hingga Konflik Bersenjata

    Adek Berry adalah jurnalis foto yang kerap meliput peristiwa-peristiwa berisiko tinggi. Selain bencana dan konflik bersenjata di berbagai daerah, ia juga pernah bertugas di kancah perang Afganistan dan gempa di Pakistan.

    Episode ini, Adek Berry menceritakan pengalaman saat liputan di wilayah berbahaya. Ia juga berkisah tentang dua sahabatnya, Shah Marai dan Sardar Ahmad, yang tewas di Afganistan.

OTHER PROGRAM